UPACARA PITRA YADNYA


Ada empat lontar utama yang memberi petunjuk tentang adanya upacara Pitra yadnya, yaitu Yama Purwa Tatwa (mengenai sesajen yang digunakan), Yama Purana Tatwa (mengenai filsafat pembebasan atau pencarian atma dan hari baik-buruk melaksanakan upacara), Yama Purwana Tatwa (mengenai susunan acara dan bentuk rerajahan kajang), dan Yama Tatwa (mengenai bentuk-bentuk bangunan atau sarana upacara).
Pitra Yadnya berasal dari bahasa Kawai.Pitr artinya leluhur dan Yadnya berarti korban suci yang tulus iklhas.Pitra Yadnya adalah suatu kewajiban dari preti sentana sebagai wujud bakti kepada leluhur sesuai dengan Panca Srada yaitu Widhi Tatwa, Atma Tatwa, Purnabhawa,Karma Phala,dan Moksa.Anak yang berbakti kepada orang tua dinamakan Putra, dalam bahasa sansekerta Putt berarti neraka dan ra berarti menghindarkan atau menyelamatkan.Maka putra berarti anak yang menghindarkan orang tua atau leluhurnya dari neraka.Seorang suputra (su artinya baik) yang melaksanakan pitra yadnya bertujuan mensucikan arwah atau roh atau atma leluhurnya yang telah meninggal dunia.Atma perlu disucikan terus agarsuatu ketika dapat manunggal (bersatu) demngan ParamaAtma (Brahman atau Hyang Widhi).Pensucian atma setelah manusia meninggal dunia diartikan sebagai upaya membebaskan atma dari ikatan-ikatannya yaitu Stula Sarira (Panca Maha Butha) dan Sukma Sarira (Panca Tan Matra).Panca Maha Butha adalah badan atau tubuh yang terdiri atas unsur-unsur padat (yaitu tulang dan daging), cair (yaitu darah,air seni,dan cairan dalam tubuh), udara (yaitu paru-paru), panas atau cahaya (yaitu sinar mata dan panas tubuh), ether atau langit-langit(yaitu urat saraf).Panca Tan Matra adalah pengaruh semua panca indra (mata,telinga,hidung,lidah,dan kulit) terhadap atma ketika masih hidup.Pensucian atma ketika manusia masih hidup dapat dilaksanakan oleh setiap manusia dengan cara tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran,jiwa dibersihkan dengan ilmu pengetahuan dan tapa (pengendalian sad ripu),akal dibersihkan dengan kedyatmikaan atau kebijaksanaan berdasarkan ajaran agama Hindu.
Adapun pahala bagi seorang suputra dapat dijabarkan sebagai berikut :
Kirti yaitu mendapat pujian dan kerahayuan atau kesejahteraan
Mahayusa yaitu umur panjang
Bala yaitu tangguh menghadapi gejolak kehidupan
Yasa Patitingal Rahayu yaitu jasa mulia yang dikenang, diteladani, serta membuat kesejahteraan bagi keturunannya.
Pitra Yadnya terdiri atas tiga tahapan sebagai berikut : Ngaben,Nyekah, dan Mapaingkup.Apabila ketiga tahapan ini diselesaikan dalam waktu 1 hari atau 12 jam maka dinamakan Nandang Mantri .Sedangkan pada upacara yang biasa ada tenggang waktu beberapa hari antara Ngaben,Nyekah, dan Mapaingkup.Ngaben dengan ngebet tulang dinamakan Asti Wedana,sedangkan yang tidak ngebet tulang atau langsung dari jenazah yang baru meninggal dinamakan dunia disebut Sawa Sedana.
Upacara ngaben memiliki kata Ngaben yang berasal dari kata ngabuin (huruf u dan i dipolahkan menjadi e) yang berarti menjadikan abu (diperabukan).Upacvara ngaben merupakan serangkaian upacara untuk mengembalikan unsur-unsur Panca MahaButha ke tempatnya masing-masing yaitu unsur padat ke tanah (Pertiwi), unsur cair ke Apah, unsur udara ke Bayu, unsur panas atau cahaya ke Teja, dan unsur ether ke Akasa.Upacara ini dimulai dengan Ngulapin di pura Dalem,memungkah di setra,Meseh lawang di catus Pata atau di cangkem Setra, masiram, lalu Ngaskara,Narpana,lalu ngeseng dan nganyut ke Segara Agung atau Alit.Ngulapin di pura Dalem bertujuan untuk memohon ijin Ida Bethara Durga sebagai sakti Siwa bahwa sang Suputra akan melaksanakan Pitra Yadnya.mamungkah di Setra bertujuan untuk membuat simbolswa berupa kayu (cendana atau sebagai) atas ijin Ida bethara Mrajapati.Bagi jenazah baru simbol ini tidak digunakan.Meseh Lawang bertujuan untuk memulihkan secara simbolis cacat-cacat tubuh jenazah yang diperoleh semasa hidup.Masiram atau mabersih bertujuan untuk membersihkan sawa (mayat) dengan cara memandikan mayat.Ngaskara adalah upacara pensucian atma tahap awal.Narpana adalah manghaturkan sang Lina (yang meninggal) sesajen seperlunya.Ngeseng sawa adalah membakar sawa di setra dirangkai dengan nyepit,nguyeg,dan ngereka abu jenazah.Upacara ngaben diakhiri dengan nganyut abu ke segara sebagai pengembalian unsur cair ke apah.Setelah ngaben status sang Lina meningkat menjadi sang Pitara.
Nyekah disebut juga Nyekar karena nama sang Pitra sudah diganti dengan nama bunga, misal sandat,cempaka,jempiring,dan sbeagainya (untuk sawa wanita), sedangkan untuk sawa pria memakai nama kayu yaitu cendana,majagau,ketewel,damulir,dan sebagainya.Sering juga upacara ini dinamakan Ngeroras, yang berasal dari kata Ro (dua) dan Ras (pisah), yang secara harfiah berarti pisah dua kali.Tujuan upacara ini adalah menghilangkan Sukma Sarira atau Panca tan matra sebagai langkah kedua mensucikan atma.Nyekah diawali dengan Ngulapin di Segara,kemudian Ngajum Sekah,lalu Ngaskara Sekah,Narpana Sekah,Ngeseng Sekah, dan Nganyut Sekah.Ngulapin di Segara bertujuan untuk mohon ijin Ida Bethara Baruna sebagai penguasa laut untuk melanjutkan upacara Pitra Yadnya .Ngajum Sekah adalah membuat simbol Panca Tan Matra yang disebut Puspa Lingga.Ngaskara Sekah adalah mendak dan mensucikan Puspa Lingga.Narpana Sekah adalah menghaturkan sesajen kepada atman yang sudah disucikan.Ngeseng sekah dilaksanakan dengan membakar Puspa Lingga sebagai simbol menghilangkan Panca Tan Matra bertujuan agar atma dapat dengan damai menuju khayangan, tidak lagi terikat dengan keduniawian.Nganyut Sekah adalah kelanjutan dari membuang panca tan matra serta mensucikan atma dengan air dari tujuh sungai yang ada di India (Sapta Gangga), yaitu gangga, Yamuna, Serayu,kaweri,Sindu,Saraswati, dan Narmada.Ketujuh sungai suci itu bermuara ke laut, sehingga laut dapat dipandang sebagai perwakilan ketujuh sungai tersebut.Setelah Nyekah, ikatan atma sudah terbebas dari Panca maha Butha dan panca tan matra, sehingga yang masih melekat dan ditanggung jawabkan oleh atman ke hadapan Hyang Widhi adalah karma Wasana, yaitu baik buruknya karma (Subha Asubha Karma) sewaktu masih hidup.Kondisi Karma Wasana inilah yang menentukan baik buruknya kehidupan dimasa yang akan datang setelah berinkarnasi (lahir kembali) ke dunia.
Upacara mapaingkup disebut juga sebagai upacara Ngerajeg Linggih, karena mepaingkup artinya menyatukan serta menstanakan, dalam hal ini menyatukan atma yang baru diupacarai dengan atma-atma yang yang sudah lama diupacarai yang berstana di Sanggah Pamerajan.Upacara ini terdiri dari dua bagian yaitu Masakapana Nilapati dan Nawur danda Kalepasan.Masakapan Nilapati diawali dengan Ngulapin di Segara sebagai permohonan ijin kepada Ida Bhatara Baruna, kemudian Nyegara Gunung yang tujuannya mohon kesejahteraan kepada Hyang Widhi dan dilanjutkan di sangah merajan untuk proses panunggalan dan penstanaan disaksikan oleh Catur Dewata (Iswara,Brahma,Mahadewa,dan Wisnu).Bagian kedua upacara Mapaingkup adalah Nawur Danda Kalepasan yang dilaksanakan dengan persembahyangan oleh preti sentana, memohon kepada Hyang Widhi agar atma yang telah diupacarai mendapat tempat yang baik serta dimaafkan segala kesalahannya ketika amsih hidup, termasukjanji-jani sesangi atau saud-saud yang belum terbayar, agar dipulihkan serta tidak lagi menjadi beban bagi preti sentana.Setelah mepangkur, status atma sudah menjadi Bethara Dewa Hyang atau Bethara Raja Dewata.
Setelah upacara mapaingkup atau ngerajeg linggih,dilaksanakan upacara maajar-ajar.Tujuannya adalah nagkilang Bhatara Raja Dewata ke pura pura stana para Dewa (Hyang Widhi) agar mendapat restu serta dikenal sebagai atma yang sudah disucikan.Kemiripan upacara ini seperti pelaksanaan TirtaGamana bagi manusia yang masih hidup.Adapun pura-pura yang wajib dikunjungi ketika meajar-ajar antara lain :
1. Pura Khayangan Tiga setempat
2. Kelompok pura di Lempuyang Stana Hyang Giri Jaya
3. Silayukti, stana Mpu Kuturan dan Mpu Bharadah
4. dasar Bhuwana Gelgel stana Mpu Ghana
5. Pura kawitan
6. Besakih, meliputi pura Dalem Puri,Manik Mas,Pedharman masing-masing,Penataran Agung
Bilamana ada kesempatan, alangkah baiknya jika dilanjutkan ke pura Uluwatu,Pulaki,Batur,Penulisan,RambutSiwi,dan sebagainya.Setelah meajar-ajar,maka selesailah seluruh rangkaian upacara Pitra yadnya.

Diambil dari Serial Upacara Panca Yadnya
Disusun oleh :
Ida Pedanda Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi
Griya Tamansari Lingga Ashrama
Jl pantai Lingga Singaraja Bali

6 tanggapan untuk “UPACARA PITRA YADNYA

  1. Sungkem buat para pedanda dan pendeta yang mulya.
    Perkenankanlah kami yang sedang belajar tentang budaya Nusantara utamanya dalam mengkaji kalender Saka Jawa atau Mataraman atau Sultan Agungan kerennya Anno Javanico (AJ) ada yang dinamakan “PAL DWADACA AKSARA” yang 12. Pada tahun 1943 jatuh pada Dewa “Iswara”. Dalam kamus pewayangan kami gagal mencari sisik melik dan beruntung kami dapatkan pada ajaran Hindhu Dharma”. Dimana disebutkan adanya catur dewata yakni : Iswara, Brahma, Mahadewa dan Wisnu. Bila tak salah 3 yang lain sering disebut sebagai Trimurti kemudian yang kami mohonkan diberikan keterangan adalah tentang Sang Hyang Iswara, siapakah gerangan juga asal – usulnya ? Kemudian bila ada yang meyakini bahwa ke empat dewa tersebut adalah merupakan refleksi dari Sifat – Sifat TUHAN YANG MAHA KUASA, apakah menyalahi dharma ?

    Terimakasih yang mulia atas perkenannya membimbing kami.
    Mohon maaf dan sungkem kami
    Jebeng Ariasukma Pancanagara

    Suka

Tinggalkan komentar