Bali Smart Island Dengan Jargon One Island One Management : Integrasi TI dan Non TI


Smart City atau kota pintar, merupakan sebuah konsep pada suatu kota untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh kota bersangkutan, sekaligus mengelola potensi-potensi yang dimiliki oleh kota tersebut, dengan berbasiskan kepada teknologi informasi[1].Tujuan dari Smart City adalah untuk mewujudkan kondisi kota yang aman, nyaman, serta memiliki kekuatan ekonomi dan daya saing[2].

Seiring dengan berjalannya konsep Smart City serta makin luasnya cakupan bidang dari Smart City, maka Smart City tidak lagi terbatas hanya pada wilayah kota (City) saja. Smart City telah berkembang ke arah ruang lingkup negara (Smart Country), propinsi (Smart Province), pulau (Smart Island), desa (Smart Village), dan perguruan tinggi (Smart Campus).

Di Indonesia sendiri, sudah banyak kota yang beranjak mewujudkan Smart City. Misalkan : Jakarta Smart City, Bandung Smart City, Denpasar Smart City, Surabaya Smart City. Bahkan sudah ada yang mengarah ke Smart Province, Smart Village, dan Smart Island. Misalkan : Jawa Timur Smart Province, dan Lamahu (Gorontalo) Smart Village.

Bali Smart Island menggunakan konsep Tri Hita Karana dengan jargon One Island One Management. One Island One Management, pada intinya dapat disingkat dengan satu kata saja : integrasi. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah :1.)Apa yang dimaksud dengan integrasi ?
2.)Integrasi yang dimaksudkan mencakup apa saja ?
3.)Bagaimana wujud dari implementasi integrasi tersebut ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi memiliki arti pembauran menjadi sesuatu yang utuh dan bulat[3]. Integrasi menjadikan dua atau lebih hal yang pada awalnya berbeda, terpisah, dan berdiri sendiri, dapat saling menyatu menjadi satu kesatuan utuh untuk menjalankan fungsi dan tujuan bersama. Definisi ini bersifat umum dan berlaku untuk aspek bangsa, budaya, dan wilayah.

Sebagai contoh : integrasi pada aspek kebangsaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terwujud melalui penyatuan semua suku bangsa yang ada di seluruh pulau di wilayah kedaulatan Indonesia (beserta dengan budaya, ada istiadat, dan sosial di dalamnya), ke dalam satu wujud identitas nasional. Identitas nasional ini dicetuskan melalui Sumpah Pemuda tahun 1928, yang meliputi : bertumpah darah satu (Tanah Air Indonesia), berbangsa satu (Bangsa Indonesia), dan menjunjung bahasa persatuan (Bahasa Indonesia).

Dilihat dari aspek Teknologi Informasi (TI), integrasi merupakan sekumpulan logik, prosedur, dan proses yang meliputi perakitan sejumlah komponen atau bagian – bagian logik dari beberapa buah sistem, untuk menjadi sebuah kesatuan sistem, serta melakukan pengecekan jalannya sistem dan fungsionalitas sistem[4]. Integrasi di ranah TI bertujuan untuk menghemat anggaran di bidang TI, meningkatkan performansi sistem, efisiensi biaya dan waktu, desain, instalasi, operasional, konfigurasi, dari satu atau beberapa buah sistem yang telah ada (Existing System)[4]. Sehingga pada dasarnya, integrasi di sisi TI merupakan kesatuan dari perangkat lunak komputer (software), perangkat keras komputer (hardware), sistem, dan elemen – elemen pendukung (jaringan komputer, logik, prosedur, middleware, dan data).

Apabila dilihat dari apa saja cakupan di dalam integrasi, maka terdapat dua kategori cakupan integrasi pada Bali Smart Island dengan jargon One Island One Management, yaitu :
1.) Hal – hal yang tidak berkaitan dengan Teknologi Informasi (non TI) : proses bisnis, tata kelola, SOP, Desa Adat, Tri Hita Karana.
2.) Hal – hal yang berkaitan erat dengan Teknologi Informasi (TI) : aplikasi, sistem, database, middleware, jaringan komputer, Cloud Computing, security.

Adanya kedua kategori ini, menunjukkan bahwa Bali Smart Island (dan juga Smart City) bersifat kompleks dan tidak hanya fokus pada TI semata. TI hanya bersifat sebagai alat untuk mewujudkan atau mengimplementasikannya (enabler), sesuai dengan tujuan, proses bisnis, dan Standard Operating Procedure (SOP). Tujuan, proses bisnis, dan SOP harus ditentukan terlebih dahulu, untuk menjadi tolok ukur bagi pengembangan aplikasi dan sistem (bukan sebaliknya). Apabila justru penekanan pada aplikasi dan sistem semata, tanpa mengindahkan adanya tujuan, proses bisnis, dan SOP, maka Smart City (termasuk juga Bali Smart Island) akan salah kaprah dan tidak memberikan hasil optimal. Terdapat beberapa salah kaprah implementasi Smart City di Indonesia karena hal – hal ini[5].

Bali jika dipandang sebagai sebuah wilayah geografis yang terdiri atas Bali daratan dan beberapa pulau kecil di sekitarnya, sebagai sebuah pulau dengan keberagaman di dalamnya (suku, agama, adat – istiadat), serta sebagai provinsi di Indonesia dengan 8 kabupaten dan 1 kotamadya yang juga mencakup sub – sub hirarki di bawahnya (kecamatan, kelurahan, desa, desa adat), dapat dipandang sebagai sejumlah hal yang dapat disatukan ke dalam bentuk integrasi.

Salah satu fokus utama pada tulisan ini adalah desa adat. Desa adat merupakan bentuk pemerintahan terkecil dan tertua di Indonesia, yang ada sejak sebelum republik ini berdiri dan ada di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Di Bali sendiri, desa adat umum dikenal sebagai Desa Pekraman dan beberapa di antaranya umum juga dikenal sebagai bentuk desa tradisional. Desa adat di Bali berperan sebagai benteng utama di dalam menjaga budaya Bali, adat – istiadat Bali, Agama Hindu, hukum adat di Bali, dan krama (masyarakat) Bali itu sendiri, selain juga membantu jalannya pemerintahan yang ada.

Itu sebabnya, ketika berbicara mengenai Bali Smart Island dan One Island One Management, desa adat wajib disertakan di dalamnya dan tidak boleh dipandang sebelah mata. Bahkan sedemikian pentingnya peran Desa Adat bagi Bali, sehingga perlu untuk diberikan payung hukum dan pengukuhan oleh pemerintah dan didukung oleh masyarakat. Hal ini terlihat pada tanggal 4 Juni 2019 lalu, bertempat di Pura Samuan Tiga Gianyar. Pada siang hari itu, diberlakukan Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Provinsi Bali[13] oleh Gubernur Bali I Wayan Koster.

Pada hari itu juga, yang jatuh pada Anggara (Selasa) Kliwon Kulantir menurut penanggalan Bali, dilakukan penandatanganan prasasti oleh Gubernur Bali, sebagai tonggak lahirnya kekuatan baru bagi Desa Adat di Bali[14]. Bali bersiap memasuki era baru yang lebih baik, dimulai dengan penguatan pada Desa Adat dan nilai luhur Tri Hita Karana, disertai dengan perencanaan yang matang dan terencana pada pembangunan, melalui Bali Smart Island dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan jargon One Island One Management tersebut.

Gambar Peresmian Perda dan Prasasti Desa Adat oleh Gubernur Bali (sumber : https://www.kemendagri.go.id/media/article/2019/06/GubSamuanTiga3.jpg)
Gambar Peresmian Perda dan Prasasti Desa Adat oleh Gubernur Bali (sumber : https://www.kemendagri.go.id/media/article/2019/06/GubSamuanTiga3.jpg)

 

Desa adat jugalah yang berperan di dalam melestarikan Tri Hita Karana. Tri Hita Karana dalam Agama Hindu, merupakan ajaran yang meyakini adanya tiga hal yang mewujudkan kebahagiaan dan keharmonisan, yaitu : hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan sesama manusia (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam sekitar (Palemahan)[6]. Tri Hita Karana menjadi falsafah hidup umat Hindu di Bali sejak jaman dulu, yang diimplementasikan melalui upacara, upakara, adat – istiadat, budaya, struktur pemerintahan, dan hubungan sosial.

Tri Hita Karana jugalah yang mendasari visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yang digunakan pada Bali Smart Island. Nangun Sat Kerthi Loka Bali memiliki arti sebuah gerakan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Bali dan alam Bali yang harmonis. Visi ini mengusung kearifan lokal Bali, sesuai dengan nilai – nilai pada Tri Hita Karana.

Adapun visi dari Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang digunakan pada Bali Smart Island, fokus kepada tiga hal berikut :
1.)Membangun alam Bali.
2.)Membangun masyarakat (Krama) Bali.
3.)Membangun budaya Bali.

Konteks membangun dalam hal ini adalah mempertahankan tatanan, ekosistem, dan nilai – nilai luhur yang sudah ada sebelumnya, serta berupaya untuk menjadi lebih baik lagi. Bukan sebaliknya, di mana membangun dan pembangunan yang dilakukan, justru menggerus nilai – nilai luhur tradisi, budaya, dan adat Bali, nilai – nilai Agama Hindu, serta juga merusak lingkungan dan ekosistem.

Selain itu, visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang dilandasi oleh konsep Tri Hita Karana, dapat dilihat ke dalam tiga dimensi berbeda[7]. Ketiga dimensi tersebut meliputi sebagai berikut :
1.)Dimensi budaya.
Melihat hubungan yang telah terjadi sejak dulu antara alam Bali dan krama Bali, yang melahirkan budaya Bali. Budaya Bali adalah warisan berharga dari leluhur yang berperan penting dalam jati diri Bali di era modern ini, termasuk juga sebagai andalan dan taksu dari pariwisata Bali.
2.)Dimensi sosial.
Melihat hubungan antar individu krama Bali, dimulai dari tingkat keluarga hingga pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Aspirasi, pendapat, dan suara dari krama Bali, dapat terwakili melalui wakil – wakil rakyat terpilih, berlandaskan kepada Demokrasi Pancasila.
3.)Dimensi TI.
Menganalisa kemungkinan resiko yang muncul dan yang mungkin muncul, beserta dengan bentuk manajemen terhadap resiko – resiko tersebut (Risk Management), terkait pemanfaatan TI (IT Risk Management ISO 31000) pada implementasi Bali Smart Island.

Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali pada Bali Smart Island, keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi. Keduanya juga fokus pada pelestarian budaya dan adat Bali, berlandaskan kepada nilai – nilai luhur Tri Hita Karana. Nilai – nilai ini diperkuat dengan eksistensi desa adat di Bali. Perlindungan dan pemeliharaan sistem subak dan pertanian di Bali, penyediaan aturan atau regulasi melalui Pergub, serta penyediaan infrastruktur penunjang (jalan raya, tol, transportasi publik, listrik, internet, dan implementasi TI), adalah sejumlah pondasi awal untuk mewujudkan Bali Smart Island dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Melibatkan desa adat dan memperhatikan peran penting desa adat bagi Bali itu sendiri, maka dari sisi TI, akan melibatkan juga krama desa adat. Mereka dilibatkan sebagai salah satu kelompok pengguna, jika memandang dari sisi desain pengembangan sistem berorientasi multi user (banyak pengguna). Tentunya, sebagaimana kelompok pengguna lainnya, mereka pun akan memperoleh hak akses (privillege) dan dapat melakukan pertukaran data.

Sehingga dapat dikatakan, terdapat empat elemen utama yang berperan pada Bali Smart Island, yaitu : Desa Adat, Pemerintah Daerah/Kabupaten (Pemda) sebanyak 8 buah, Pemerintah Kotamadya (Pemkot) sebanyak 1 buah, dan Pemerintah Provinsi Bali. Keempatnya ini, saling bekerja sama untuk mewujudkan Bali Smart Island ke dalam satu komando terpusat, sesuai dengan hakikat dari One Island One Management tersebut. Penjelasan ini, dapat diilustrasikan ke dalam bentuk bagan berikut :

Gambar Ilustrasi Bali sebagai objek Bali Smart Island dengan keempat elemen pendukung
(sumber : bagan ilustrasi dibuat pribadi menggunakan layanan online Creately di https://creately.com, gambar peta Bali diambil dari https://www.bali.com/media/image/766/peta-bali.jpg)

Tidak bisa dipungkiri, dalam proses pengembangan dan implementasinya, akan melibatkan sejumlah database berbeda. Database ini dapat berada pada lokasi fisik berbeda maupun sama, pada sejumlah komputer server yang berbeda. Data – data dari seluruh database inilah yang akan diintegrasikan. Selain itu, juga akan memungkinkan adanya pemanfaatan middleware dan jenis aplikasi yang beragam. Misalkan saja : jenis aplikasi desktop, web, mobile, dan Cloud Computing (SAAS Cloud).

Oleh karena adanya keberagaman dari sisi teknis (aplikasi, database, middleware) dalam penerapannya, maka di sini diperlukan adanya integrasi di 3 level, yaitu : integrasi di level database, integrasi di level aplikasi, dan integrasi di level middleware. Masing – masing integrasi di setiap level ini, memiliki tata cara atau solusinya tersendiri, dilihat dari sudut pandang TI[4].

Berbicara mengenai integrasi di level database, tentunya akan ada sejumlah sistem informasi dan aplikasi yang memiliki databasenya tersendiri. Integrasi di level database dapat diimplementasikan dengan menggunakan empat pilihan solusi berikut :
1.)Single Share Database (media/temporary untuk menampung data dari semua database).
2.)Local Database Sandbox (terdapat di setiap database dalam bentuk instance).
3.)Penyediaan Version Control System (VCS) untuk sinkronisasi.
4.)Penyediaan Transaction Management System (TMS) yang inti utamanya adalah adanya konsistensi data secara real time.

Adapun teknologi di bidang database yang penulis sarankan untuk digunakan di dalam menangani data skala besar dan majemuk (mencakup : jenis data terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur) adalah Big Data[8]. Namun apabila datanya homogen berskala besar, Enterprise Data Warehouse pun sudah cukup untuk digunakan.

Gambar Bagan ilustrasi integrasi level database beserta keempat opsi
(sumber : bagan ilustrasi dibuat pribadi menggunakan layanan online Creately di https://creately.com, gambar peta Bali diambil dari https://www.bali.com/media/image/766/peta-bali.jpg)

Untuk integrasi di level aplikasi dapat diimplementasikan dengan menggunakan empat pilihan solusi berikut :
1.Portal Oriented Application Integration (penyediaan portal dalam bentuk Business to Business).
2.Process Integration Oriented Application Integration (melalui penggabungan proses bisnis yang tersedia atau existing).
3.Application Service Oriented Application Integration (menyediakan aplikasi gabungan atau Composite Integration).
4.Information Oriented Application Integration (mengintegrasikan logik dan database yang berbeda ke dalam sebuah media dengan konsep Business to Business).

Gambar Bagan ilustrasi integrasi level aplikasi beserta keempat opsi
(sumber : bagan ilustrasi dibuat pribadi menggunakan layanan online Creately di https://creately.com, gambar peta Bali diambil dari https://www.bali.com/media/image/766/peta-bali.jpg)

Integrasi di level middleware dapat diimplementasikan dengan menggunakan empat pilihan solusi berikut :
1.Cloud Integration (memanfaatkan teknologi Cloud Computing untuk sumber daya komputasi), yang meliputi 3 jenis layanan (Infrastructure As A Service Cloud, Platform As A Service Cloud, Application As A Service Cloud) dan 4 model deployment (Private Cloud, Public Cloud, Hybrid Cloud, Community Cloud).
2.Application Integration (dapat menggunakan pilihan : Application to Application, Cloud Computing, Remote System).
3.Data Integration (dapat menggunakan teknologi database berupa : Big Data, Data Warehouse, atau turunannya berupa Business Intelligence).
4.Business Integration (menggunakan model Business to Business ataupun dalam bentuk implementasi Enterprise Resource Planning).

Gambar Bagan ilustrasi integrasi level middleware beserta keempat opsi
(sumber : bagan ilustrasi dibuat pribadi menggunakan layanan online Creately di https://creately.com, gambar peta Bali diambil dari https://www.bali.com/media/image/766/peta-bali.jpg)

Berdasarkan kepada pembahasan yang telah penulis sajikan di atas, maka muncul sebuah ide untuk menggambarkan bagan ilustrasi dari integrasi yang dapat diterapkan pada Bali Smart Island dengan jargon One Island One Management tersebut, yang disajikan pada gambar di bawah ini :

Gambar Bagan ilustrasi Bali Smart Island berbasis Cloud Computing
(sumber : bagan ilustrasi dibuat pribadi menggunakan layanan online Creately di https://creately.com, gambar peta Bali diambil dari https://www.bali.com/media/image/766/peta-bali.jpg)

Berdasarkan ilustrasi gambar di atas, gambar peta Pulau Bali yang diletakkan di dalam awan berwarna biru, menyatakan bahwa dari sudut pandang TI, khususnya jaringan komputer, perlu disediakan sebuah jaringan berbasis Cloud Computing, untuk mengintegrasikan kedelapan kabupaten dan satu kotamadya yang ada di Provinsi Bali (beserta dengan wilayah – wilayah administratif di bawahnya : kecamatan, kelurahan, desa, desa adat, banjar), menjadi satu kesatuan dengan konsep One Island One Management.

Implementasi Cloud Computing pada ilustrasi gambar di atas, diwakili dengan penyediaan sejumlah node cloud dan cloud server (untuk virtualisasi), data center berbasis cloud, serta dari jaringan lain, dilengkapi dengan keamanan berupa firewall (outer firewall dan inner firewall). Pada keempat kelompok pengguna utama (Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Daerah/Kotamadya, Desa Adat, Administrator), disediakan server masing – masing, yang saling terhubung dalam jaringan Cloud Computing dan bertukar data.

Model deployment untuk Cloud Computing yang digunakan dapat berupa Hybrid Cloud, yang memadukan antara Public Cloud berbasis internet dan Private Cloud berbasis intranet. Untuk jenis layanan cloud, dapat menggunakan Application As A Service Cloud (SAAS Cloud) dalam bentuk aplikasi web dan mobile (untuk para pengguna akhir atau end user), Platform As A Service Cloud (PAAS Cloud) untuk membantu tim pengembang di dalam pengembangan dan maintenance, serta Infrastructure As A Service Coud (IAAS Cloud) untuk membantu penyediaan sumber daya komputasi dan infrastruktur jaringan.

Dari sisi pengguna, terdapat lima kelompok pengguna, yaitu : Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah dan Kotamadya, Desa Adat, Administrator, dan Umum (masyarakat/netizen/krama Bali). Secara umum, kelima kelompok pengguna dapat mengakses data dan mengirim (input) data. Hak akses tentunya berbeda untuk setiap kelompok pengguna. Data – data yang dipertukarkan, dapat dikelola dan diintegrasikan ke dalam Big Data ataupun Enterprise Data Warehouse, untuk memperoleh informasi, knowledge, hingga sebagai data latih (jika berbicara di sisi Machine Learning dan Deep Learning pada Artificial Intelligence).

Menurut penulis, beberapa manfaat yang akan diperoleh dari implementasi Bali Smart Island dengan konsep integrasi (database, aplikasi, midleware), menggunakan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dengan nilai – nilai Tri Hita Karana, yang melibatkan Desa Adat di dalamnya, antara lain sebagai berikut :
1.)Di bidang pertanian, perkebunan, perikanan (laut, tambak, air tawar, sungai), kehutanan, UKM/UMKM.
Integrasi akan membantu krama Bali di dalam proses pemantauan, penjualan, panen, distribusi barang, analisa pasar, dan pengambilan keputusan, berbekalkan kepada data – data hasil integrasi.
Contoh : melalui integrasi data (dari berbagai sumber instansi dan desa adat) serta penyajian informasi berbasiskan kepada data yang terintegrasi tersebut, maka para petani salak di Karangasem dapat mensuplai kelebihan panen salak di daerahnya ke wilayah lainnya di Bali (termasuk juga ke luar Bali dan ke luar negeri), dapat memperoleh informasi mengenai jumlah permintaan terhadap salak Bali, persebaran produk hasil panen salak Bali, dapat mengetahui ketersediaan produk (stok) panen salak bali, dapat mengetahui laba bersih yang akan diperoleh dari hasil penjualan, dan mampu menentukan diversifikasi produk (misal : biji salak diolah menjadi biji kopi, buah salak menjadi manisan, sehingga memberikan nilai guna dan nilai ekonomis tambahan). Diharapkan tidak ada lagi keluhan dari para petani, nelayan, masyarakat kecil di sektor UKM/UMKM terkait dengan kesulitan pemasaran, harga jual di bawah harga pasar/tidak mampu menutupi ongkos produksi, terbuangnya hasil panen yang berlimpah (karena surplus dan dibiarkan lama sehingga menjadi busuk), dan hal – hal lainnya. Mereka diharapkan dapat terbantu dan siap di dalam menghadapi persaingan di era TI seperti saat ini. Manfaat di sisi pertanian, perikanan, dan UKM/UMKM (industri lokal) ini, juga sejalan dengan Pergub No 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran Dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan Dan Industri Lokal Bali[12].
2.)Di bidang pemerintahan, politik, dan layanan publik.
Melalui integrasi di level data, aplikasi, dan middleware, kualitas layanan publik akan semakin baik. Antar SKPD dalam pemerintahan dapat saling terhubung dan memanfaatkan data secara bersama – sama (Open Data). Antar desa adat juga dapat saling berbagi data di dalamnya (aspirasi warga, data caleg, awig – awig) dan ikut mengawasi jalannya pemerintahan secara independen, sehingga desa adat tidak dijadikan sebagai kendaraan politik. Selain itu, terwujud transparansi pemeritahan, keuangan, dan pajak melalui integrasi yang terjadi. Integrasi di sisi aplikasi, data, middleware) akan membantu terwujudnya Smart Government (Smart City di bidang pemerintahan yang didukung dengan E-Government) yang lebih baik, lebih transparan, mampu menghubungkan antara masyarakat dan pemerintah, serta meningkatkan kualitas pelayanan – pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah kepada masyarakat. Contoh : pelayanan kesehatan bagi masyarakat akan lebih cepat dilakukan, di mana integrasi data pasien dapat dilakukan antar rumah sakit, puskesmas, dan layanan kesehatan. Pasien di desa pelosok di Bali dan tidak mampu, seluruhnya dapat terdata dan memperoleh bantuan pemerintah (sehingga dana bantuan menjadi tepat guna dan tepat sasaran). Selain itu, tindakan medis dapat dilakukan dengan cepat, tanpa harus berlama – lama antri, mengurus administrasi fisik, ataupun pembayaran dan klaim asuransi/BPJS/tanggungan lainnya, sehingga dapat menyelamatkan nyawa pasien. Contoh lainnya lagi adalah pada proses administrasi di Dinas Kependudukan/Catatan Sipil, SIM, pajak, dan sebagainya. Di bidang politik pun, masyarakat dapat lebih cepat dan mudah mengetahui calon – calon pilihannya dalam pemilihan (legislatif, bupati, gubernur, presiden) melalui integrasi data yang memuat track record para calon, prestasi kerja nyata yang telah dilakukan, visi – misi, dan sebagainya.
3.)Di bidang pendidikan.
Adanya integrasi di level data, aplikasi, dan middleware, akan memudahkan seluruh sekolah di Bali (negeri dan swasta) di dalam memanajemen data – data kependidikan (siswa, lulusan, calon siswa, orang tua siswa, guru tetap, guru honorer, pegawai, dan sebagainya). Selain itu, integrasi data dengan pihak atau instansi lain (misalkan : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial), akan membantu di dalam menyelesaikan permasalahan berupa sistem penerimaan siswa baru berbasis zonasi (melalui pengecekan data KK, tempat tinggal/domisili, dan lainnya) untuk menghindari penipuan dan memberikan keadilan. Selain itu, juga dapat memanajemen daya tampung setiap sekolah dan demand (kebutuhan) dari siswa yang mendaftar, sehingga tidak lagi ditemukan adanya sekolah yang sudah penuh ataupun sekolah yang sedikit menerima siswa. Siswa miskin dapat terdata dengan baik (di sini peran desa adat untuk turut serta mendata warga/kramanya), sehingga bantuan dana pendidikan dari pemerintah akan dapat disalurkan secara lebih cepat, tepat sasaran, transparan, dan tepat guna.
4.)Di bidang budaya dan agama.
Melalui integrasi di level data, aplikasi, dan middleware, pemerintah (propinsi, kabupaten, kotamadya) di Bali dapat dengan mudah memanajemen data – data berkaitan dengan budaya Bali dan Agama Hindu, termasuk juga umat Hindu dan krama Bali. Desa adat disertakan di dalam Baki Smart Island, baik di sisi sistem maupun kebijakan, mengingat bahwa peran desa adat salah satunya adalah sebagai pintu gerbang untuk menyaring pengaruh luar yang tidak sesuai dengan adat Bali, budaya Bali, dan agama Hindu. Dari data – data terintegrasi tersebut, akan dapat dilakukan analisa dan pengambilan keputusan bersama antara pemerintah dan desa adat. Sebagai contoh : melalui integrasi data kependudukan dan data sosial, maka pemerintah dapat mengetahui jumlah krama Bali/umat Hindu miskin di Bali, untuk kemudian diberikan bantuan sosial dari sisi rumah, biaya upacara, biaya hidup, atau saat hari raya (misalkan : bantuan daging babi saat Galungan dan Kuningan, mirip seperti pembagian daging kurban). Hal lainnya lagi, data – data bersejarah dan data – data terkait budaya dan adat Bali, dapat disatukan menjadi semacam wikipedia. Sentuhan TI diperlukan dalam hal ini, agar generasi muda (milenial) dapat antusias mempelajarinya. Misalkan : data – data lontar Bali kuno (baik di Bali/Indonesia maupun di luar negeri, misal di Belanda) yang dapat didigitalkan untuk disebar luaskan keilmuan bermanfaat di dalamnya (misal : Usada Bali, Asta Kosala Kosali, kekawin/pupuh) dalam bentuk web dan aplikasi mobile. Lainnya lagi adalah pembuatan visualisasi menggunakan Augmented Reality ataupun Virtual Reality untuk mempelajari tradisi/budaya Bali dan Agama Hindu (majejahitan, canang, tari Bali, pakaian adat Bali, bebantenan, sejarah Bali kuno, aksara Bali, dan sebagainya), yang juga dapat diintegrasikan dengan museum – museum di Bali, sehingga lebih atraktif. Saat ini font aksara Bali sudah tersedia pada aplikasi perkantoran di komputer, sehingga akan memudahkan pemerintah dan masyarakat untuk menggunakannya dalam rangka Ajeg Bali secara digital (misalkan : digitalisasi lontar, informasi ke masyarakat/Krama Bali, pencetakan untuk penamaan jalan/ruang publik, surat – menyurat berbasis E-Mail). Sehingga diharapkan manfaat di bidang budaya dan agama ini, dapat sejalan dengan Pergub No 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan Dan Penggunaan Bahasa, Aksara, Dan Sastra Bali Serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali[10] dan Pergub No 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali[9]. Sakah satu produk aplikasi Open Source karya anak bangsa bernama Linux BlankOn, juga menyertakan aksara Bali sebagai salah satu aksara daerah di antara sejumlah aksara nusantara lainnya (Jawa, Sunda, Sumatera, Sulawesi).
5.Transportasi.
Bisa dikatakan, transportasi di Bali secara umum masih terbilang buruk, terutama ketersediaan transportasi publik yang murah, menjangkau banyak tempat, dan mudah digunakan (mudah dipesan). Saat ini, tersediaan layanan mobile dan online seperti Gojek dan Grab, cukup membantu masyarakat. Masalah lain adalah kemacetan, yang tentunya dapat memperburuk citra pariwisata di Bali dan efektifitas kinerja masyarakat. Melalui integrasi di level data, aplikasi, dan middleware, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kotamadya, dapat menganalisa, memantau, dan sekaligus terbantu di dalam pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan – kebijakan untuk transportasi publik dan jalan raya di seluruh Bali. Dalam sudut pandang TI, hal ini dikenal dengan nama Intelligent Transportation System (ITS) atau Smart Transportation. Sebagai contoh : dengan adanya integrasi data, aplikasi, dan middleware dari sejumlah instansi (Dinas Perhubungan, Pekerjaan Umum, Badan Pendapatan Daerah, Samsar) serta juga dari desa adat (data trayek, jalan, demand terhadap angkutan kota), maka penyediaan sarana transportasi publik berupa angkutan kota ke setiap ruang/pelosok/kota hingga ke desa – desa adat di Bali, dapat diwujudkan. Selain itu, juga dapat ditentukan keputusan untuk menentukan jumlah armada kendaraan yang perlu disediakan (di wilayah kota hingga wilayah desa adat), rute/jalur untuk menguraikan kemacetan, pembuatan tol/bypass baru di Bali untuk mempercepat jalur transportasi dan distribusi, pemberlakukan pajak kendaraan, pembatasan jumlah kendaraan, dan sebagainya.
6.Keamanan lingkungan dan kelestarian lingkungan.
Melalui integrasi di level data, aplikasi, dan middleware, keamanan lingkungan di seluruh Bali secara teori dapat diwujudkan dengan lebih baik lagi. Sejauh ini, pengamanan lingkungan dilakukan berbasis TI menggunakan CCTV, jaringan komputer, dan sejumlah sensor, sedangkan secara non TI dilakukan menggunakan pecalang, kepolisian, dan juga TNI. Data – data integrasi dari seluruh sensor dan CCTV tersebut, dipadukan dengan data – data integrasi dari instansi lain (misalkan : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil), dapat membantu pengamanan Bali di titik – titik keluar – masuk (misalkan : Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan Gilimanuk, Pelabuhan Padangbai, Benoa, dan lainnya), sehingga bisa membantu pihak berwajib ketika melakukan pengecekan pendatang (membawa identitas atau tidak), tindak kejahatan (pelaku yang kabur atau yang membawa barang curian), hingga kemungkinan adanya teroris dan ancaman pengeboman. Desa adat, melalui perannya di dalam sistem yang terintegrasi, dapat turut membantu secara langsung untuk keamanan sistem. Misalkan pendataan warga pendatang, hunian, bisnis, pendataan krama adat, untuk ikut menjamin ketertiban bersama. Sedangkan di sisi kelestarian lingkungan, melalui integrasi data (dari sensor, pencitraan, CCTV, dan sumber data lainnya), Pemerintah Provinsi Bali beserta dengan pemerintah kabupaten dan kotamadya, dapat memantau, menganalisa, dan membuat kebijakan terkait dengan kelestarian lingkungan. Salah satu contoh kritis yang dialami Bali saat ini adalah sampah plastik. Keputusan untuk mengolah sampah plastik, pembatasan penggunaan plastik, daur ulang plastik, dan sebagainya, dapat terbantu melalui integrasi data tersebut. Hal lainnya lagi adalah masalah air di Bali, di mana melalui data, dapat ditentukan titik – titik resapan air dan penghasil debit air, agar tidak terganggu oleh ulah manusia (penebangan hutan, pembangunan pemukiman, industri, dan sebagainya) hingga konsumsi air tanah untuk kebutuhan pariwisata dan rumah tangga yang memperhatikan dampak lingkungan (ramah lingkungan). Desa adat pun dapat turut serta untuk ikut berperan di dalam sistem dan secara langsung, melalui penginputan data (luas lahan, ketersediaan tanaman dan penghijauan, gerakan penanaman pohon) maupun secara langsung melakukan ngayah bersama untuk menanam pohon dan membersihkan sampah di sekitar wilayah desa adat masing – masing. Manfaat – manfaat yang diperoleh ini, sejalan dengan Pergub No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai[11]. Jika dikaitkan dengan Smart City, maka manfaat di sisi ini sejalan dengan Smart Environment sebagai bagian dari Smart City untuk bidang lingkungan, yang dapat diadopsi ke dalam Bali Smart Island.
7.Lainnya.
Bidang – bidang kehidupan lainnya, yang pada dasarnya akan sangat terbantu dengan adanya integrasi dan sentuhan TI, dengan berdasarkan kepada tujuan, proses bisnis, dan SOP, agar penerapannya tidak salah kaprah. Tidak lupa juga untuk tetap dilandasi dengan nilai luhur dari Tri Hita Karana dan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Namun perlu juga untuk dipikirkan secara bersama – sama mengenai beberapa buah tantangan yang akan dihadapi melalui pertanyaan – pertanyaan berikut :
1. Bagaimana kesiapan pihak Pemerintah Provinsi Bali beserta dengan kabupaten dan kotamadya dari sisi penyediaan dana untuk mewujudkan hal ini ?
2. Apabila terdapat bantuan dana, apakah sifatnya bantuan internal (misal adanya anggaran dari provinsi ke kabupaten atau dari satu kabupaten ke kabupaten lain), atau bantuan dari pemerintah pusat, atau kerja sama dengan swasta ?
2. Bagaimana tingkat kesiapan dari SDM yang ada di Bali terkait dengan sistem yang diusulkan ini ? Tingkat kesiapan SDM yang dimaksudkan meliputi SDM yang memiliki kemampuan teori dan teknis mengenai pengembangan, konfigurasi, pemeliharaan, dan keamanan sistem, serta entri dan pengolahan data.
3. Bagaimana kesiapan masyarakat (krama) Bali, agar dapat menggunakan sistem dengan baik ? Kesiapan yang dimaksudkan bukan saja mencakup kesiapan dari sisi kemampuan (skill) dan pengetahuan teoritis, tapi juga tekad, kemauan untuk belajar, budaya, gaya hidup, dan keinginan bersama untuk menjadikan Bali lebih baik lagi.
4.Apakah dari sisi infrastruktur (listrik, jalan raya, internet, sumber daya komputasi) hingga SDM dan dana (biaya) sudah mencukupi ? Perlu diperhatikan sejauh mana pemerataan hal – hal ini di seluruh Bali (hingga ke pelosok) tanpa kecuali.
5.Bagaimana tingkat keamanan data, keamanan sistem, ketersediaan layanan (availability), dan kehandalan sistem (reliability), baik yang disebabkan oleh manusia/pihak ketiga (attacker, huru hara, pencurian) maupun hal – hal lain di luar batas kemampuan manusia (bencana alam gunung berapi, banjir, tanah longsor, gempa) ?

Semua pertanyaan dan tantangan ini, memilik jawaban dan solusinya tersendiri, yang memiliki kunci pada : adanya usaha, proses, dan kemauan bersama untuk mewujudkannya (pemerintah, masyarakat, akademisi, swasta).

Akhir kata, hal – hal non TI dan hal – hal berkaitan TI, keduanya saling melengkapi di dalam mewujudkan integrasi pada Bali Smart Island dengan jargon One Island One Management, yang dilandasi oleh visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan nilai luhur Tri Hita Karana. Implementasinya dalam bentuk tata kelola, desain, sistem, dan aplikasi pun juga harus memperhatikan kedua hal ini. Smart City, apapun bentuk penerapannya (pada kota, pulau, desa, negara), memerlukan bukan saja sistem yang smart, tapi juga pemerintah dan masyarakat yang juga smart. Diperlukan proses pembelajaran secara kontinu dan terus – menerus untuk bisa menjadi smart (pintar).

Daftar Pustaka :
[1]Rudolf Giffinger. Smart Cities European Smart Cities : The Need for A Place Related Understanding. Edinburg. 2011.
[2]I Putu Agus Eka Pratama. Smart City Beserta Cloud Computing Dan Teknologi-Teknologi Pendukung Lainnya. Penerbit Informatika. Bandung. 2014.
[3]Definisi Integrasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2019.
https://kbbi.web.id/integrasi
[4]I Putu Agus Eka Pratama. Integrasi dan Migrasi Sistem TI. Penerbit Informatika. Bandung. 2016.
[5]Prasetyo Andi W. Salah Kaprah Smart City di Indonesia. Medium. 2016.
Lihat di Medium.com
[6]I Wayan Runa. Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan Konsep Tri Hita Karana Untuk Kegiatan Ekowisata. Jurnal Kajian Bali. Pusat Kajian Bali dan Pusat Unggulan Pariwisata, Universitas Udayana. 2012.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/15646/10439
[7]Bali Post. Program “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” Mewujudkan Bali Era Baru. Bali Post (online). 28 Maret 2019.
http://www.balipost.com/news/2019/03/28/71809/Program-Nangun-Sat-Kerthi-Loka.html
[8]Ibrar Yaqoob, et al. Big Data From Beginning to Future. International Journal of Information Management. 2016.
https://www.researchgate.net/publication/305736330_Big_Data_From_Beginning_to_Future
[9]Pergub No 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali.
[10]Pergub No 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan Dan Penggunaan Bahasa, Aksara, Dan Sastra Bali Serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
[11]Pergub No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
[12]Pergub No 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran Dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan Dan Industri Lokal Bali.
[13]Perda No 4 tahun 2019 Tentang Desa Adat di Provinsi Bali.
[14]Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Gubernur Bali Canangkan Perda Desa Adat di Pura Samuan Tiga. Website Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2019.
https://www.kemendagri.go.id/blog/31458-Gubernur-Bali-Canangkan-Perda-Desa-Adat-di-Pura-Samuan-Tiga